KISAH NYATA....!!! JANGAN TABUR BUNGA DI ATAS MAKAM AYAHMU,,, NAK… MAU TAHU BACA SELENGKAPNYA DISINI, DAN TOLONG SEBARKAN !!!!

“ANAKKU, sebelumnya jenazah ayahmu dimakamkan izinkan ibu menyampaikan wasiat beliau, ” kata seseorang wanita sambil memegang jasad suaminya yang sudah terbalut kafan.
“Wasiat apakah itu, Bu. Bila memanglah dapat ditunda, sebaiknya menanti setelah jenazah bapak dikebumikan saja. ”
Tidak dapat. Wasiat ini harus di sampaikan saat ini. Almarhum ayahmu berwasiat supaya janganlah ada yang menaburkan bunga diatas makamnya. ”
Sang anak terkejut. Tidakkah menaburkan bunga diatas makam adalah kegiatan yang umum dikerjakan?

Maaf, Ibu. Benarkah almarhum bapak berwasiat demikian? Tidakkah dalam satu Hadis Kisah Muslim diriwayatkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Saya melalui dua buah kubur yang penghuninya tengah diadzab. Saya mengharapkan adzab keduanya bisa diringankan dengan syafa’atku selama kedua belahan pelepah itu masihlah basah’. Bila sekian, pemberian benda termasuk juga bunga selama kondisi masihlah basah ditujukan untuk memperingan adzab seorang yang sudah meninggal? ” kata sang anak menolak pendapat ibunya.

“Dalam Qur’an Surah Al-Isra : 44, Allah berfirman, ‘Langit yang tujuh, bumi dan semuanya yang ada di dalamnya bertasbih kepada-Nya. Dan tidak ada suatupun tetapi bertasbih dengan memuji-Nya, namun anda sekalian tidak tahu tasbih mereka. Sebenarnya Dia yaitu Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. ’ Hingga, tidak ada bukti yang menunjukkan kalau pelepah kurma atau bunga akan berhenti bertasbih bila dalam keadaan kering. ”

“Jika demikian, kenapa Nabi Muhammad melakukan hal itu? ”
Anakku, perbuatan Nabi SAW itu berbentuk kasuistik (waqi’ah al-’ain) dan termasuk kekhususan beliau hingga tidak bisa dianalogikan atau ditiru.
Hal semacam ini dikarenakanbeliau tidak lakukan hal yang sama pada bebrapa kubur yang lain. Demikian halnya beberapa sahabat tidak pernah melakukannya.
Hingga kemudahan adzab kubur yang dihadapi kedua penghuni kubur itu yaitu dikarenakan doa dan syafa’at Nabi SAW pada mereka, bukanlah pelepah kurma itu. ”
Kondisi hening. Sang anak mulai mencerna, apakah perkataan ibunya memanglah benar. Lalu bila benar, kenapa tabur bunga demikian banyak dikerjakan? Mendadak, Ibunya kembali meneruskan pembicaraan.

Anakku, ketahuilah ada seseorang ulama hadis Mesir, Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah mengatakan, ‘Perbuatan ini (tabur bunga) digalakkan oleh umumnya orang, walau sebenarnya hal itu tidak mempunyai sandaran dalam agama. Hal semacam ini dilatarbelakangi oleh sikap berlebih-lebihan dan sikap mengekor golongan Nasrani. ”
Ibunya kembali berkata, “Apa yang berlangsung, terutama di negeri Mesir adalah contoh dari hal semacam ini. Orang Mesir juga melakukan kebiasaan tebar bunga diatas pusara atau sama-sama menghadiahkan bunga sesama mereka. Beberapa orang meletakkan bunga diatas pusara kerabat atau kolega mereka sebagai bentuk penghormatan pada mereka yang sudah meninggal dunia, ’ (Ta’liq Ahmad Syakir pada Sunan At Tirmidzi 1/103, dinukil dari Ahkaamul Janaaizhal. 254). Dari tersebut, kenapa almarhum ayahmu bersikeras agar makamnya tidak ditaburi bunga. ”

“Baiklah, Bu. Bila memanglah demikian sebaiknya wasiat bapak dilaksanakan. Semoga saja, apa sebagai wasiat bapak bernilai kebaikan. Aamiin. ”
“Satu hal lagi yang perlu dirimu ketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW pasti di beri mukjizat oleh Allah atas kemampuannya lihat azab kubur. Hingga dengan cara spesial lakukan sekian. Sedang jika kita yang lakukan dikhawatirkan mengandung sindiran dan celaan pada penghuni kubur. ”

Ibunya menyatakan, “Jika menabur bunga jadikan alasan untuk meringankan adzab, hal itu adalah satu diantara bentuk berburuk kira (su’uzhan) pada penghuni kubur, karena menganggapnya sebagai pelaku m4ks!4t yang tengah diadzab oleh Allah didalam kuburnya sebagai balasan atas perbuatannya didunia. Walau sebenarnya, kita tidak tahu apakah penghuni kubur itu diazab atau tidak. Pengetahuan kita pada alam gaib tidak bisa disejajarkan dengan Nabi Muhammad. ”



sumber : http://www.muslimbersaudara.com/2016/05/kisah-nyata-jangan-tabur-bunga-di-atas.html