Sejarah KH Hasan Asy’ari/Mbah Mangli ...!!! mursid thoriqh qodariyah wa naqsyabandiayah, yang memiliki karomah: MELIPAT BUMI...TOLONG BAGIKAN YA !!!



Sekilas Kisah KH Hasan Asy’ari/Mbah Mangli

Untuk orang Jawa Tengah, terutama daerah Magelang & sekitarnya, nama KH Hasan Asy’ari atau mbah Mangli nyaris tentu cepat mengingatkan pada sosok kyai simpel, penuh karomah.

Menurut almarhum Wali Allah Gus Miek, meskipun Mbah Mangli memiliki banyak usaha & termasuk orang yg kaya-raya, namun Mbah Mangli yaitu wali Allah yg hatinya selalu menangis pada Allah, menangis lihat umat & menangis sebab rindu pada Allah.
KH Hasan Asy’ari/Mbah Mangli yaitu mursyid Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN). Mbah Mangli yaitu satu diantara tokoh yg membangun Asrama Pendidikan Islam di Magelang yg santrinya datang dari semua Indonesia.
Walau populer di mana-mana, beliau senantiasa hidup simpel. Beliau seringkali diundang kesana ke mari untuk isi pengajian. Ketika isi pengajian, dimana juga beliau & dalam kondisi apapun, Mbah Mungli tidak pernah memakai alat pengeras nada, walau jamaahnya sangat banyak, hingga berbaris dgn jarak jauh. Namun, warga masih tetap begitu sukai isi pidatonya & mendengar suara beliau.
Terkadang panitia berniat menyelipkan amplop uang pada Mbah Mangli, namun beliau dgn halus menampiknya, & rata rata ia menyampaikan : " Bila separoh dari jamaah yg ada tadi ingin dan sudi menggerakkan apa yg saya berikan tadi, itu jauh lebih bernilai dari apa pun, jadi mohon jangan sampai dinilai dakwah saya ini dengan uang, jika tuan menginginkan antar saya pulang saya terima, seandainya kesulitan ya tidak ayah saya dapat pulang sendiri "
Mbah Mangli dikaruniai karomah " melipat bumi " yaitu mampu datang & pergi ke beragam tempat yg jauh dalam waktu relatif cepat mata. Di sudut lain, ia juga dikenal sebagai seseorang yg memiliki kekuatan psikokinesis tinggi. Contoh, beliau dapat tahu tamu yg akan datang beserta maksud & maksudnya  Seperti orang yg punya maksud utk makan jeruk bersilaturrahim pada rumah Mangli. Ia menyambut dgn memberi jeruk. satu diantara sarannya yaitu : " apik ning menungsa, durung mesthi apik ning Gusti "

Langgar Linggan
Bangunan itu sederhana saja. Ukurannya tidak sangat besar, tetapi terlihat demikian kokoh & bersih tertangani baik. Di sekitarnya ada banyak pohon-pohon rindang, hingga bikin suasana merasa sejuk & nyaman.
Masyarakat menyebutnya Langgar Linggan. Tempatnya dekat pemukiman masyarakat Desa Mejing, Kecamatan Candimulyo, Kab Magelang. Tepatnya diatas tanah wakaf dari KH Khadis, tokoh ulama terpenting di Mejing, pada dekade 1960-1970. Pada th 1970-an, mushala ini jadi saksi sejarah syiar agama Islam yg pernah dikerjakan oleh KH HasanAsy’ari, atau lebih beken dengan sebutan Mbah Mangli dari lereng Gunung Andong lokasi Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Magelang.
Pengajian teratur yg di isi ceramah keagamaan oleh Mbah Mangli, sewaktu itu senantiasa dikerjakan pada hari Kamis Wage, kata Ahsin (80), warga Mejing yg seringkali jadi panitia penyelenggara pengajian.
Program selapanan itu berawal dari obsesi KH Khadis, yg menginginkan mengajak Mbah Mangli utk lakukan syiar Islam di Mejing. Karenanya, beliau mengutus Ahsis & kawan-kawan sowan ke Mbah Mangli.
Pengganti Usaha Ahsin tidak membawa hasil. Meski pernah bermalam disana, namun Ahsin tidak dapat berjumpa dgn ulama kharismatik itu. Karena itu, KH Khadis sangat terpaksa pergi sendiri menjemput Mbah Mangli.
Langgar Linggan tersebut jadi pengganti Masjid Jami Mejing, yg cuma pernah tiga kali digunakan sbg pusat pengajian Mbah Mangli. Bukanlah apa-apa, perpindahan itu hanya didasari pertimbangan kenyamanan pengunjung. Masjid Jami posisinya persis di tepi jalan jurusan Magelang-Candimulyo.
Praktis selalu dilalui banyak kendaraan. Lalu lalang kendaraan itu tentu saja merasa mengganggu konsentrasi peserta pengajian. Menurut KH Kholil, Takmir Langgar Linggan, waktu Mbah Mangli meninggal pada 1990, pengajian Kamis Wage di Mejing ikut berhenti. Sebagian thn terakhir, kebiasaan yg pernah mengakar di kelompok warga itu sejak mulai dirintis kembali oleh Gus Munir, menantu Mbah Mangli  Mendoakan  Dengan arif, Mbah Mangli tidak melawan beragam ancaman & halangan itu. Dianya malah mendoakan mereka supaya memeroleh kebahagiaan & panduan dari Allah SWT. Keikhlasan, kesederhanaan & ketokohan ini juga yg membawa Mbah Mangli dekat dgn mantan wapres Adam Malik & tokoh-tokoh besar yang lain.
Suprihadi adalah keturunan Haji Fadlan atau Puspowardoyo yaitu tokoh Mangli yg membawa KH Hasan Asy’ari atau Mbah Mangli menetap di Dusun Mangli thn 1956. Sesudah mengasuh majelis taklim sepanjang 3 th, Hasan Asy’ari kemudian menikah dengan Hj Ning Aliyah dari Sokaraja, Cilacap.
Pada 1959, Mbah Mangli membangun pondok pesantren salafiyah namun tidak memberi nama resmi. Makin lama pondok itu di kenal dengan nama Ponpes Mangli & sosok Hasan Asy’ari di kenal masyarakat dgn nama Mbah Mangli. Nama ini diberikan masyarakat karena beliau menyebarkan Islam dengan basis dari Kampung Mangli, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kab Magelang.
Dusun Mangli terdapat persis di lereng Gunung Andong. Dgn ketinggian 1. 200 dpl, mungkin saja ponpes ini yaitu yg paling tinggi di Jawa Tengah. Dari teras masjid, para santri bisa melihat hamparan beberapa rumah di Kota Magelang & Rekanggung dengan jelas. Pemandangan lebih menarik terlihat pada tengah malam hari di mana lautan lampu menghias tengah malam.
Untuk ke tempat ini, kita harus meniti perjalanan kurang lebih 40 kilo meter dari ibu kota Kab Magelang di Kota Mungkid.
Bangunan pondok yg ada di tengah-tengah perkampungan berdiri diatas lereng-lereng bukit jadi dari terlalu jauh terlihat seperti bangunan bertingkat. Meskipun terpencil beberapa ribu masyarakat setiap Minggu mengaji ke pondok itu. Mereka tidak cuma datang dari sekitaran Magelang namun juga berbagai daerah lain. Uniknya, santri yg menetap tidak pernah lebih dari 41 orang.
Pesantren Sederhana di Lereng Gunung PONDOK Pesantren Mangli adalah salah instansi pendidikan yg unik & menarik. Tidak Sedikit ulama besar yg diciptakan oleh ponpes ini. Sepak terjang pesantren tasawuf ini tidak lepas dari sosok sang pendiri yg memiliki banyak cerita keajaiban.
Berdasarkan cerita yg mengedar di warga, KH Hasan Asy’ari atau lebih di kenal dgn nama Mbah Mangli dapat isi pengajian di sebagian tempat sekalian kurun waktu berbarengan. Beliau bisa isi pengajian di Mangli, namun pada sewaktu berbarengan juga mengaji di Semarang, Wonosobo, Jakarta & bahkan juga Sumatera.
Beliau juga tidak membutuhkan pengeras suara (loud speaker) untuk berdakwah seperti biasanya kiai yang lain. Walau sebenarnya jamaah yg menghadiri masing-masing pengajian Mbah Mangli meraih beberapa puluh ribu orang.
Menurut sesepuh Dusun Mangli, Mbah Anwar (75) masyarakat Mangli sangat menghormati sosok Mbah Mangli. Bahkan juga meskipun sudah meninggal dunia sejak akhir thn 2007, nama Mbah Mangli selalu harum. Masing-masing hri beberapa ratus pelayat dari berbagai macam daerah memadati makam Mbah Mangli yg ada didalam kompleks pondok.
Tokoh sekaliber Gus Dur semasa hidup juga acap berziarah ke makam itu. Ini tidak lepas dari sosok kharismatik Mbah Mangli yg menyebarkan Islam di lereng pegunungan Merapi-Merbabu-Andong & Telomoyo. Beliau juga adalah Mursyid Tariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN).
Mbah Mangli-lah yg berhasil mengislamkan lokasi yg dahulu jadi markas beberapa begal & perampok itu. Pada saat itu daerah tersebut dikuasai oleh grup begal populer bernama Merapi Merbabu Compleks (MMC).
”Tantangan beliau teramat berat. Beberapa begal membabat tempat pertanian warga & mencemari sumber mata air pondok. Masyarakat Mangli sendiri belum shalat meskipun sudah Islam. Rata Rata masyarakat kami hanya Islam KTP, ” ungkap Kepala Dusun Mangli Suprihadi.
Tasawuf Sunyi setelah Mbah Mangli
SEJAK Mbah Mangli meninggal dunia pada akhir 2007, sistem pendidikan di Pondok Pesantren Mangli dilanjutkan oleh Gus Munir.
Sosok simpel namun penuh martabat ini adalah putra mantu yg di beri pekerjaan melanjutkan keberlangsungan pondok pesantren itu.
Gus Mangli sesungguhnya memiliki seseorang putra & empat orang putri. Putra pertama bernama Gus Thohir, menetap di Desa Canggalan, Kecamatan Grabag. Mengenai yg putri bernama Nimaunah, Nimaiyah, & Nibariyah. Mereka bersama-sama menolong menjaga kebiasaan pesantren ala Mbah Mangli.
Sebagai penerus Pesantren Mangli, Gus Munir berkemauan berkelanjutan menjaga apa yg sudah dirintis & jadi kebijakan almarhum. Gus Munir dengan cara teratur mengadakan pengajian selapanan di beberapa daerah seperti pada hari Minggu di halaman pondok, Kamis Wage di Desa Mejing (Candi Mulyo), & yang lain.
Meskipun tidak sejumlah semasa Mbah Mangli, orang-orang yg datang mengaji selalu membeludak. Beliau dengan juga tegas menjaga beragam kebijakan almarhum. Beliau, umpamanya, tidak sudi menggunakan pengeras suara saat pengajian & khotbah Jumat.
Mimbar tempat Gus Munir berkhotbah juga ditutup dengan tirai hijau jadi orang-orang tidak dapat serta-merta memandangnya. Hanya sosok bayangan yg tampak akibat pantulan cahaya matahari yg menerobos di sela fentilasi.
Untuk beberapa santri, beliau melarang keras memakai ponsel (telephone seluler) & lihat tv. Alasannya, pada jaman Nabi Muhammad SAW juga tidak digunakan telephone selular, pengeras nada ataupun tv. Kebijakan ini bukanlah bermakna menampik modernitas, namun lebih ditujukan agar beberapa santri konsentrasi pada dua tentang yakni mengaji & melaksanakan ibadah.

Tiyang mriki kagem ngalap barokah, mboten sanese. Mriki ngeten niku kawit rumiyen (orang mencari pengetahuan kesini utk mencari barokah, tidak yg lain. Ini sudah kebijakan pondok mulai sejak dulu), ” ungkap Gus Munir yg terima Suara Merdeka dgn ramah.
Atas alasan religi juga, sosok kiai kharismatik ini dapat menolak utk difoto & diwawancarai. Beliau menginginkan melindungi marwah pondok dengan cara mereka sendiri. Beliau meyakini kalau terdapat beberapa cara utk peroleh ridha Allah SWT, terdapat beberapa jalan menuju surga.
Karenanya, beliau mempersilakan dinas pendidikan agama lain untuk bikin nama yg bagus & mempublikasikannya ke masyarakat.
”Kathah mergi, mangkeh wonten akhirat bakale nggih kepanggih. Mboten napa-napa, ”tolak ia halus sambil tutup pintu gerbang pondok.
”Gus Munir memanglah lah begitu melindungi & waspada dalam semua tentang. Beliau kiai yg alim & bijaksana, ” kata Paidi (70) satu diantara sesepuh Dusun Mangli.



sumber : http://www.rumah-islam.com/2016/06/sejarah-kh-hasan-asyarimbah-mangli.html
Sejarah KH Hasan Asy’ari/Mbah Mangli ...!!! mursid thoriqh qodariyah wa naqsyabandiayah, yang memiliki karomah: MELIPAT BUMI...TOLONG BAGIKAN YA !!! Sejarah KH Hasan Asy’ari/Mbah Mangli ...!!! mursid thoriqh qodariyah wa naqsyabandiayah, yang memiliki karomah: MELIPAT BUMI...TOLONG BAGIKAN YA !!! Reviewed by Unknown on 20.58 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.